Rabu, 08 Mei 2013

menikah atau tidak menikah?



MENIKAH…
Satu kata yang bikin bulu kuduk saya merinding setiap denger…
Ssebagai wanita saya juga ingin menikah, punya anak, memiliki pasangan hidup yang akan mendampingi mengarungi kehidupan bahtera rumah tangga hingga mati..#cieeeh
agama manapun sendiri menganjurkan umatnya untuk memiliki pasangan. tapi di satu sisi saya ngeri dengan konsep pernikahan..kenapa begitu?
  1. Menurut saya pernikahan adalah satu langkah besar dalam hidup seseorang yang bukan cuma membutuhkan komitmen tapi juga determinasi untuk konsisten menjalankan komitmen itu seumur hidup.. banyak sekali orang di sekitar saya yang gagal membuktikan itu di dalam pernikahan mereka yang membuat saya makin ngeri.. alasan yang mungkin terdengar klise tapi itulah yang saya alami, coba cari jumlah pernikahan yang berbuntut perceraian.. itu yang terpublikasi belum yang undercover.. kenapa saya ngeri, karena tuntutan untuk komitmen itu merupakan tanggung jawab kedua pihak, bagaimana kalau ternyata pasangan saya tidak memiliki determinasi sebesar itu atau malah saya yang tidak mampu memiliki determinasi sebesar itu.buyaaarr...
  2. Masalah lain lagi perkara kesetiaan. Tidak dipungkiri bahwa menikah membuat kita ”terjebak” dengan orang yang sama baik dengan kelebihan maupun kekurangannya. Non reversible. Non returnable (lu kate barang bisa di balikin). Kekurangan yang tidak mampu untuk dikompromikan percaya tidak percaya nantinya akan menghasilkan masalah besar dalam pernikahan.. yang mungkin menghasilkan kejenuhan.. kejenuhan ini yang kemudian mendorong pasangan untuk mencari tambatan hati lain. Saya tidak ingin dan selamanya tidak akan ingin untuk diduakan. Namun apa jaminan untuk itu? Tidak ada. Kita baru akan mengetahui itu setelah menikah.. lantas bagaimana kalau kita sudah membuang waktu dan usaha kita untuk membangun sesuatu yang sia-sia, sementara kekurangan yang dimaksud itu sendiri tidak ada tolak ukur yang pasti..
  3. saya bahkan belum mampu bertanggung jawab pada diri saya sendiri, bagaimana saya bisa bertanggung jawab kepada suami dan anak-anak saya nantinya. Di satu sisi saya tidak ingin di cap sebagai ibu yang buruk atau istri yang buruk, saya ingin membahagiakan suami dan anak2 saya, di satu sisi saya belum siap dengan semua tanggung jawab tersebut.
  4. saya ingin berkarir, saya ingin bekerja, menghasilkan uang agar bisa membahagiakan kedua orang tua saya, membahagiakan saya sendiri dan mungkin mampu menyuport keuangan pada keluarga yang saya bentuk nantinya.. tapi ada pasangan yang tidak menghendaki pasangannya bekerja dan menginginkan pasangannya menjadi ibu rumah tangga.. saya ingin sekali bisa menghargai dan menuruti kemauan pasangan sebagai bentuk dedikasi dan pengorbanan pada keluarga saya namun tidak bisa di pugkiri saya juga tidak rela mengorbankan impian saya untuk memiliki karir yang bagus yang tentunya mendukung kehidupan yang baik pula. Saya tidak ingin keputusan yang diambil dengan enggan seperti ini menjadi bumerang ketika sudah menikah nanti..

ingat pernikahan, komitmen, kompromi, cinta, kesetiaan bukan cuma hiasan bibir yang manis diucapkan tapi juga HARUS bisa dibuktikan dalam pernikahan..


Tidak ada komentar:

Posting Komentar