Sabtu, 08 Desember 2012

wasiat guru #Ino Yuwono

 Akhir perjalanan hidupku adalah awal sebuah perjalanan baru

Setelah beberapa kali maut nyaris menghampiriku, kini akhir perjalanan telah kujelang. Aku telah sampai pada akhir dari sebuah perjalanan. Aku tidak pernah menyesal maupun malu. Akhir perjalanan ini adalah awal sebuah perjalanan baru bagiku.
Teman, aku akan mengatakan secara tegas tentang apa yang kuyakini. Keyakinan yang memanduku selama perjalanan hidup dari awal hingga saat ini di ujung akhir. Aku tak akan bicara panjang lebar. Bukan sebagai wasiat tapi mungkin engkau bisa mengambil pelajaran.
Aku telah mengalami banyak kejadian, tidak semua, tapi apapun yang aku alami adalah pilihanku. Aku jalani setiap pilihan seutuhnya. Aku menghidupkan setiap pilihan sehidup-hidupnya. Mungkin ada keraguan. Mungkin ada penyesalan. Mungkin ada kekeliruan. Tapi tak cukup besar sebagaimana keyakinanku dalam menjalani pilihanku.
Hidup adalah mengenai tujuan sekaligus cara kita menjalaninya. Kesedihan terbesarku adalah ketika menyaksikan banyak orang menjalani hidup tanpa menjalaninya. Orang menjalani kehidupan yang menjadi pilihan orang lain, tidak menjadikan hidup sebagai bagian dari diri. Hidup seolah sebagai beban dari orang lain yang dibebankan kepadanya.
Jangan heran bila dalam banyak perjumpaan aku banyak bertanya. Bertanya mengenai tujuan-tujuan dari pilihan tindakanmu. Untuk apa kuliah? Untuk apa belajar? Untuk apa bekerja? Untuk apa hidup? Banyak orang terkejut bahkan terganggu atas pertanyaan sederhanaku ini. Banyak orang yang mengabaikan pertanyaan itu karena hidup tidak menjadi bagian dari dirinya.
Mengapa aku tanyakan pertanyaan sederhana itu? Hidup adalah anugerah bagimu sebagaimana engkau adalah anugerah bagi sesama dan kehidupan. Bagaimana bisa mensyukuri anugerah bila kita tidak tahu kemana kita akan menuju dalam hidup?
Namun pertanyaan sederhana mengenai tujuan hidup seringkali tidak menemukan jawaban. Banyak orang tetap memilih untuk tidak menjawab pertanyaan itu, apalagi untuk menjalani jawabannya. Orang memang lebih nyaman menjalani apa yang sudah dijalani bertahun-tahun meski ia tidak tahu kemana arah tujuan.
Ada banyak orang yang tidak menyukai cara mengajarku. Mereka mengatakan caraku mengajar itu biadab. Sayangnya, cara-cara yang disebut biadab itu yang lebih sering membuat orang berani meninggalkan kenyamanannya. Cara-cara biadab itu yang justru menyebabkan orang tergerak untuk menjadi lebih beradab.
Bukannya aku menyukai cara-cara biadab itu. Aku tahu banyak yang membenci karena caraku itu. Aku tahu banyak orang menghindariku. Aku tahu banyak orang bicara seperlunya denganku. Aku juga tahu ada orang-orang yang mentertawaiku. Aku hadapi konsekuensinya, selama sebuah cara bisa membuat orang menjadi lebih terdidik.
Aku mencintai pendidikan. Aku suka mendidik. Berapapun biaya yang dibutuhkan untuk melakukannya. Meski aku seolah menjadi monster ganas yang ditakuti orang. Meski aku seolah berada di puncak gunung, sendiri dan sepi. Cintaku pada pendidikan melampui itu semua. Mendidik adalah panggilan hidupku!
Selama perjalanan hidup, aku telah melakukan banyak tindakan. Aku nikmati beragam suasana dalam perjalanan itu. Ada kalanya tawa bahagia menjadi warna. Tak jarang kesepian datang menyergapku seperti disergap sekawanan serigala yang lapar. Tapi aku nikmati kesepian itu sebagaimana aku menikmati tawa bahagia. Terima kasih telah bersedia menjadi teman, kala tawa menjadi warna, ketika sepi datang menggigit.
Teman, selama perjalanan ini aku telah bertemu engkau. Mungkin pada suatu belokan, pada jalan lurus terbentang, pada turunan curam, atau jalan mendaki yang tajam. Setiap momen perjumpaan mempunyai warnanya sendiri. Engkau mungkin mengenalku pada suatu momen, tapi mungkin tak mengenalku di momen yang lain. Begitulah aku, begitulah kehidupan yang beragam ini. Aku mungkin seperti apa yang kau bayangkan sekaligus apa yang tidak kau bayangkan.
Bila dalam perjumpaan tersebut, ada pelajaran, ambil dan manfaatkan. Bila dalam perjumpaan tersebut, ada perbedaan, jadikanlan sebagai cermin.
Janganlah sesekali berusaha meniruku. Engkau adalah keagungan kehidupan sejati. Engkau adalah anugerah bagi kehidupan. Jadilah dirimu, jalani jalanmu. Apa artinya manusia bila tidak menjadi dirinya sendiri.
Kebanggaanku dalam hidup bukanlah karena jasa-jasaku pada kehidupan. Kebanggaanku terbesar adalah pilihanku untuk menempuh jalanku sendiri. Meski terjal. Meski sendiri. Meski sepi. Apapun akibatnya, aku bangga mengatakan bahwa inilah jalanku.
Sekarang aku sudah di akhir perjalananku. Aku tidak lagi menentukan pilihan. Engkaulah yang mempunyai pilihan. Memaafkan kesalahanku atau membiarkan kesalahanku menjadi ganjalan dalam hatimu. Mengambil pelajaran dari perjalananku atau melupakan pelajaran seiring waktu berjalan.
Aku tidak pergi meninggalkanmu. Aku melanjutkan perjalananku. Akhir perjalanan hidupku adalah awal sebuah perjalanan baru. Sapalah aku bila kita berjumpa dalam perjalanan yang sama di lain waktu. Aku akan dengan senang hati meluangkan waktuku untuk berbicara denganmu.
Dari hati yang terdalam
Temanmu…..
Ch. Ino Yuwono

Wasiat terakhir dari seorang guru, icon, legend, dosen, bapak, teman yang kini telah menjalani hidupnya yang baru... 
Bapak Christophorus Daniel Ino Yuwono
RIP


dibacakan oleh Mas Made saat penghormatan terakhir untuk Pak Ino Yuwono di Fakultas Psikologi Unair

Kamis, 06 Desember 2012

RIP Pak Ino Yuwono



Tak kenal maka tak sayang…

Istilah itu langsung terbantahkan begitu saya bertemu dengan pak Ino..
Dengan pak Ino yang ada makin kenal makin tak sayang (awalnya)..
Tapi yang sebenarnya Pak Ino adalah seorang ayah yang tegas yang hanya ingin anak-anak (didik)nya tumbuh menjadi orang yang kuat, berani berbicara,jujur, disiplin, berilmu, cerdas dan pribadi yang tangguh...
Sebenarnya yang pak Ino inginkan dari kita mahasiswanya simple, tidak muluk-muluk, sederhana, tapi tidak kalah mulia..
PAK INO INGIN KITA SELALU BELAJAR

·                  Pak Ino ingin kita belajar.. Setiap mata kuliah yang diajar oleh beliau, pertanyaan yang saya terima selalu sama, ”kamu SMA mana?”, dan begitu beliau tahu saya dari SMAN 17 SBY respon beliau pasti tertawa.. ”SMA pinggiran yo iso yo masuk psikologi UNAIR!”..Beliau ingin saya ingat bahwa SMA pinggiran biasanya memiliki materi pelajaran yang kurang memadai, maka saya harus belajar lebih lebih lagi agar bisa mengimbangi materi yang ada di universitas.

·                  Pak Ino ingin kita belajar.. Seperti yang rekan-rekan sesama mahasiswa pasti tahu pertanyaan berikutnya adalah ”berapa buku yg kamu baca per hari?” Satu kelas langsung toleh kanan kiri saling melirik teman dan kemudian tertunduk takut/ apabila pertanyaan itu kemudian menuntut jawaban. Tapi tidak beliau sendiri yang kemudian menjawab, ”pasti 1 aja gak sampe! Memang sarjana sekarang itu cuma sarjana power point! Kalau kalian kuliah di luar negeri pasti sudah commiting suicide karena tidak pernah baca buku!”... beliau ingin kita baca buku.. buku itu jendela ilmu dan beliau memegang teguh itu. Kita semua memiliki kapasitas otak yang sama jadi sangat disayangkan kalau kita kalah dari mahasiswa dari universitas-universitas lain hanya karena kita malas membaca. setiap mata kuliahnya beliau mewajibkan kita untuk baca buku tujuannya tentu saja agar kita minimal membaca 1 buku sampai selesai sepanjang masa perkuliahan. Biar kita dapat ilmu, yang menurut beliau jauuuh lebih penting dari sekedar nilai..

·                  Pak Ino ingin kita belajar..Pernyataan selanjutnya juga tidak bisa di bilang menyenangkan. ” kamu! Kok cantik? Namamu siapa? Maju! Duduk depan! Enak nek ngajar iku ndelok sing ayu-ayu!”..Respon tentu saja langsung pucat pasi.. duduk di depan berarti sama saja dengan merelakan diri untuk dibantai dengan pertanyaan-pertanyaan retoris pak Ino yang kalau tidak bisa menjawab, penyataan cantik akan berlanjut menjadi cantik-cantik tapi bodoh.. tapi beliau cuma ingin mengingatkan bahwa gak ada gunanya wajah cantik kalau bodoh! Ilmu adalah penentu kesuksesan seseorang bukan wajah. Kecantikan bisa memudar tapi tidak dengan ilmu.

·                  Pak Ino ingin kita belajar.. peraturan ujian dari tiap mata kuliah yang diajar pak Ino adalah tidak boleh di hapus, di coret, di stipo.. kalau itu terjadi maka jawaban otomatis salah... Setiap ujian itu beliau ingin kita harus belajar sebelumnya.. orang yang belajar akan menguasai materi maka ketika mengerjakan ujian akan percaya diri, tidak ragu-ragu dalam menjawab sehingga (tentu saja) tidak perlu repot-repot menghapus. Beliau juga ingin mengajarkan bahwa di dunia diluar kuliah nanti tidak ada kesempatan kedua, tidak ada kesempatan untuk ”menghapus” kesalahan. Kesalahan yang kita lakukan akan diingat selamanya dan akan menjatuhkan kita lebih keras dari sekedar nilai jelek, maka dari itu kita harus sangat berhati-hati, disiplin, waspada dan tidak ceroboh dalam bertingkah laku dan mengambil keputusan.

·                  Pak Ino ingin kita belajar.. soal ujian yang kita terima tidak hanya berisi materi yang berkaitan dengan mata kuliah tapi juga berisikan pengetahuan umum lain. Beliau ingin kita tidak mengkotak-kotakkan diri. Terbatasi hanya dengan materi di perkuliahan. Ilmu tidak terbatasi apapun dan beliau ingin kita paham dengan isu-isu yang terjadi bukan berkubang dengan materi kuliah saja.

·                  Pak Ino ingin kita belajar.. mahasiswa yang datang terlambat pasti di suruh membawa upeti-upeti yang biasanya makanan.. terkesan memberatkan tapi sebenarnya beliau ingin mengajarkan bahwa ada konsekuensi dalam setiap tindakan dalam hidup. Ada harga yang harus di bayar untuk setiap kesalahan. Datanglah tepat waktu, karena waktu itu adalah harta yang tidak akan mungkin bisa kita peroleh lagi apabila sudah terlewatkan. Disiplinlah agar kita tidak dirugikan oleh tindakan kita sendiri di kemudian hari. Bersamaan dengan itu beliau juga ingin kita berbagi. bahagia tidak akan habis bila dibagi justru akan semakin besar. dari semua upeti yang diwajibkan beliau bisanya berjumlahlebih dari 30 buah tidak lebih dari 2 buah yang beliau ambil, sisanya akan dibagikan untuk sesama mahasiswa, sesama staf karyawan, dosen-dosen bahkan anak-anak penjual koran. prinsipnya enak itu harus sama-sama, makan lebih enak kalau sama-sama, kita harus belajar untuk berbagi karena kita tidak akan tahu kapan kita akan membutuhkan uluran tangan untuk dibagi.

Pak Ino ingin kita terus belajar dan belajar lebih keras untuk mengejar ilmu karena ilmu tidak menunggu...

Kami akan selalu merindukan bapak.. terima kasih karena bapak sangat luar biasa tapi masih sudi hadir dalam hidup saya.. saya sangat bangga pernah mengenal dan diajar oleh orang semengagumkan bapak..
Until we meet again...
RIP Pak Christophorus Daniel Ino Yuwono